
Ketika Cahaya Dianggap Ancaman: POV Seorang Pendidik
Sebagai seorang pendidik, Kita tentu tidak asing dengan semangat yang menyala-nyala. Setiap hari saya bertemu generasi muda yang penuh potensi, penuh ide, dan tak jarang—penuh nyali untuk tampil beda. Tapi ironisnya, saya juga terlalu sering menyaksikan bagaimana semangat itu perlahan padam, bukan karena kurangnya kemampuan, tetapi karena lingkungan yang belum siap untuk menerima terang.
Kutipan di atas begitu menggambarkan realita disekitar kita, yang sayangnya, masih sangat relevan di dunia pendidikan dan dunia kerja kita. Ketika seseorang mulai menunjukkan inisiatif, berani berbicara, menawarkan solusi, atau bahkan menciptakan perubahan kecil—alih-alih mendapat dukungan, ia justru mulai dikucilkan. Dianggap “sok menonjol”, “cari muka”, atau bahkan “tidak tahu diri”.
Tidak sedikit pribadi pernah merasakannya. Saat mencoba mendorong inovasi dalam metode pembelajaran, atau ketika saya mulai membuka ruang-ruang diskusi terbuka yang melibatkan siswa dan orang tua, tak semua rekan sejawat merasa nyaman. Beberapa malah merasa terganggu. Seolah-olah cahaya dari semangat itu terlalu terang untuk ruangan yang telah lama nyaman dalam gelap—gelapnya rutinitas yang berjalan seadanya, gelapnya sistem yang lebih menghargai kepatuhan daripada inisiatif.
Sebagai pendidik, kita belajar bahwa kadang bukan metode atau niat kita yang keliru, tetapi ruangnya yang belum siap. Kita hidup dalam sistem yang kadang lebih menghargai keseragaman daripada keberanian, lebih memilih status quo daripada perubahan. Dan di ruang seperti itu, mereka yang bersinar sering kali dipadamkan.
Namun, kita juga belajar sesuatu yang penting: cahaya tidak pernah sia-sia.
Tugas kita bukan untuk meredup agar bisa diterima, tapi untuk terus menyala agar bisa menerangi. Mungkin bukan di ruangan ini, mungkin bukan hari ini—tetapi akan ada ruang yang menantikan terangmu. Sebagai pendidik, tetaplah merasa berkewajiban untuk menyampaikan ini kepada siswa-siswa saya, juga kepada rekan-rekan saya: jangan pernah mengecilkan diri hanya karena lingkungan belum siap.
Karena dunia tidak kekurangan orang pintar. Dunia kekurangan orang yang berani terang.
Dan bila kita terus memilih diam agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain, kita akan terus mengulangi siklus yang sama: generasi yang tumbuh, hanya untuk diajari mengecilkan diri.
Maka, bagi siapa pun yang merasa aneh karena semangatnya tidak diterima: kamu tidak sendirian. Dan kamu tidak salah.
Mungkin kamu hanya terlalu terang… untuk ruangan yang terlalu gelap.
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Banda Aceh Mengajak Siswa siswi Untuk Berliterasi
Smantigbel. Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Banda Aceh , Alimsyah, S.Pd. MS mendorong semangat literasi dan kecintaan membaca di kalangan siswa siswi SMA Negeri 13
Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Gudep Pangkalan SMA Negeri 13 Banda Aceh
Kegiatan ekstrakurikuler Pramuka merupakan kegiatan diluar belajar mengajar yang biasanya dilakukan diluar sekolah atau disekolah yang tentu saja banyak memiliki manfaat. Kegiat
Siswi SMA Negeri 13 Banda Aceh Ambil bagian di Ajang Realistig VII Smantig.
Kutaraja, 03/09/2025, salah satu siswi SMA Negeri 13 Banda Aceh, Siti Humayra (Vokal Solo) , turut berpartisipasi dalam ajang acara Realistig VII yang diselenggarakan oleh SMA N
Biografi Singkat Edi Syahputra H, S.Pd Ketika di Beri Amanah PLT
Pada Tahun 2019 Edi Syahputra H SPd mendapat amanah untuk memimpin SMA Negeri 13 Banda Aceh sebagai Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Sekolah. Penunjukan ini menjadi bentuk kepercaya
Profil Sosok Edi Syahputra H SPd di SMA Negeri 13 Banda Aceh
Edi Syahputra H SPd merupakan salah satu Tenaga Pendidik yang memiliki peran penting di SMA Negeri 13 Banda Aceh. Beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang guru, tetapi juga se
Mengelola Nikmat Kesehatan dan Waktu: Kunci Meningkatkan Derajat Hidup
Dalam kehidupan, ada dua nikmat besar yang sering kali manusia sia-siakan: kesehatan dan waktu luang. Padahal, keduanya adalah modal berharga yang jika dimanfaatkan dengan tepat, dapat
Mengapa Game Lebih Menarik daripada Belajar? Dan Bagaimana Mengubah Hidup Menjadi Game Seru
Di era digital saat ini, jutaan orang menghabiskan waktu berjam-jam dalam dunia game. Sementara itu, untuk duduk fokus selama satu jam saja mengerjakan tugas atau belajar sering terasa
Impian Besar Butuh Mental Besar: Realita Perjalanan Menggapai Cita-Cita
Setiap orang punya impian. Tapi hanya sedikit yang berani mengejarnya sampai tuntas. Menggapai impian besar bukan sekadar urusan bakat atau keberuntungan—ini soal mentalitas yang
Hidup Bukan Sekadar Pintar
Di era yang serba cepat dan kompetitif, kepintaran saja tidak lagi cukup. Dunia kerja, bisnis, bahkan kehidupan sosial menuntut lebih dari sekadar kemampuan akademis. Ada empat hal pent
Anak-anak Kita Butuh Tantangan, Bukan Cuma Scroll-an
Sebagai seorang pendidik, saya semakin sadar bahwa tantangan terbesar kita hari ini bukan hanya soal kurikulum atau fasilitas sekolah. Tantangan terberat justru datang dari arah yang le